Nata de Cassava merupakan terobosan inovasi baru produk makanan berserat yang sangat layak masuk dalam persaingan industri makanan di Indonesia. Produk nata yang mendominasi pasar nata selama ini yaitu nata de coco mempunyai permasalahan dalam keterbatasan bahan bakunya berupa air kelapa. Hal ini menyebabkan permintaan pasar yang tinggi akan nata tidak dapat terpenuhi. Ini merupakan suatu peluang yang terbuka lebar bagi perusahaan pengembang produk nata de cassava untuk memenuhi permintaan pasar nata bahkan untuk menggantikan posisi nata de coco dalam pasar nata di Indonesia.
Dengan bahan baku yang berasal dari limbah tapioka, nata de cassava akan muncul menjadi produk yang kokoh karena bahan bakunya berasal dari cassava, yang mana Indonesia merupakan penghasil cassava terbesar ketiga di dunia (13.300.000 ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku, nata de cassava tidak akan menjadi masalah. Proses yang lebih ekonomis karena tidak dibutuhkan adanya penambahan gula menjadikan Nata de Cassava merupakan ancaman berat bagi nata yang lain. Selama ini pembuatan nata de coco masih membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata de cassava lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.
Pasar yang jelas untuk nata de cassava yaitu perusahan CV. Agrindo Suprafood yang siap menerima nata de cassava sebesar 80 ton per minggu membuat bisnis ini dapat mudah direalisasikan dan memiliki prospek yang jelas dimasa depan.
Keunggulan yang ditampilkan pada bisnis ini adalah inovasi limbah tapioka baik padat maupun cair yang dimanfaatkan menjadi produk unggulan makanan berserat nata de cassava. Dengan adanya nata de cassava dapat memberi solusi bisnis dengan meningkatkan nilai ekonomis limbah tapioka sebagai variasi produk nata. Bahan baku yang melimpah ruah dan murah merupakan kekuatan utama nata de cassava sehingga memudahkan dalam kepastian ketersediaan bahan baku. Kemantapan produk ini didukung lagi dengan proses dan bahan yang sederhana yang membuat bisnis ini menjadi layak dan dipastikan mendatangkan profit.
Potensi Bahan Baku
Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton)dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007).
Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan tepung tapioka (tepung singkong). Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Limbah ini biasa disebut onggok . Warga sekitar pabrik tapioka sangat akrab dengan Bahan yang bernama onggok dan tahu persis sedahsyat apa baunya. Dalam keadaan kering sekalipun, onggok sudah mengeluarkan bau tak sedap, apalagi dalam keadaan basah saat musim hujan. Tidak mengherankan bila sering terdengar keluhan para penduduk sekitar pabrik pengolahan tepung tapioka seperti didaerah Mesuji, Menggala, Way Jepara (Lampung), atau di sekitar Tayu (Pati), dan di Tasikmalaya (Jawa Barat) (Amri, 1998).Onggok merupakan limbah atau hasil samping proses pembuatan tapioka ubikayu. Ketersediaannya terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin luas areal penanaman dan produksi ubikayu. Luas areal tanaman meningkat dari 1,3 juta hektar dengan produksi 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 1,8 juta hektar dengan produksi 19,4 juta ton pada tahun 1995 (BPS, 1996). Dilaporkan pula bahwa onggok tersebut memiliki potensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok dalam penyusunan pakan ternak sangat terbatas, padahal kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 35%).
Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta yang menyumbang sebesar 89,47 % dari produksi Nasional sedangkan produksi propinsi lainnya sekitar 11-12 % .Di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Gunung Kidul dari tahun 1998 sampai dengan 2005 mengalami fluktuasi produktivitas anatar 127 kw/ha samapi 174 kw/ha dan produksi tertinggi sebesar 812.321 ton.(Martono dan Sasongko, 2007)
http://www.facebook.com/groups/266146773429630/ WARGA PUNDONG ONLINE
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut